Selasa, 26 April 2022

Kapan Mulai dan Dari Mana?


Foto : Greathmind

Pasangan suami-istri sedang menikmati kebersamaan mereka di sebuah pantai. Pagi hari, ketika pantai masih sepi, keduanya keluar dari penginapan. Mereka berjalan menyusuri pantai, lumayan jauh.
Memang, masih sunyi. Namun, tentu saja tidak bagi pasangan itu. Pada keduanya berdentangan rasa yang membuncah. Sepinya pantai menasbihkan bahwa (seakan) dunia milik mereka.
Gerak gelak tawa tertahan sejenak. Di sana, keduanya melihat sesosok tubuh berjongkok. Sungguh aneh, dalam gelapnya pagi di pantai, ada yang sedang beraktivitas sendirian.
Penasaran, keduanya berjalan pelan dan penuh kewaspadaan mendekati sosok tersebut. Semakin dekat, semakin terlihat wujudnya: seorang lelaki yang mendekati senja usianya. Lelaki itu membungkuk, mengambil sesuatu yang terdampar, membersihkannya di air, kemudian melepaskannya. Seekor hewan laut kecil berenang menjauh dari pantai, menuju perairan yang lebih dalam.
Lelaki tua itu kembali ke bibir pantai, mengulangi tindakannya. Ternyata di pantai itu terdampar hewan-hewan kecil. Sangat banyak. Mungkin ribuan.
“Apa yang Bapak lakukan?” tanya pasangan suami-istri bersamaan. Mereka tak habis pikir dengan dengan apa yang dikerjakan lelaki tua itu.
Lelaki tua tidak menjawab. Menoleh pun tidak. Dia terus mengambil hewan-hewan itu dan membebaskannya, berenang ke laut.
“Pak, yang Bapak lakukan ini sia-sia belaka. Coba lihat, pantai ini ditutupi ribuan hewan yang terdampar. Sangat banyak, Pak. Sebagian sudah mati, sebagian sedang sekarat. Sebentar lagi matahari akan naik. Hewan-hewan itu tidak mungkin dapat diselamatkan. Percuma saja Bapak berusaha menyelamatkan mereka.” Sang suami menyerocos panjang, megungkapkan ketidakpahamannya terhadap usaha lelaki tua itu.
Masih dalam diam, lelaki tua itu mengambil gurita muda yang terlihat sangat lemah. Tubuhnya kotor oleh pasir pantai. Tentakel-tentakelnya terlilit tali plastik sehingga tidak bisa digerakkan. Lelaki tua menaruh gurita itu di telapak tangannya dengan lembut. Dia bawa ke air, dibersihkannya tubuh gurita dari pasir. Tali yang membelit tentakel gurita dilepaskan. Didorongnya pelan gurita itu masuk ke air. Gurita kecil menggerakkan tentakelnya. Sekarang ia bebas, berenang ceria menuju tengah lautan.
Lelaki tua memperhatikan puas. Seulas senyum menghias wajahnya, seiring merekahnya fajar di sebalik lautan. Dia berpaling, menatap pasangan muda yang sedari tadi memperhatikannya. Sambil menyunggingkan senyum kecil, lelak tua berkata, “Kalian lihat kan? Kalian bisa nilai sendiri apakah itu cukup berarti bagi gurita muda itu atau tidak. Tentu saja aku tidak sanggup melakukannya bagi semua hewan yang terdampar ini. Namun, setidaknya aku sudah memberi dampak bagi beberapa ekor hewan.
Kalau semakin banyak yang ikut bergerak, dampaknya akan semakin besar kan? Akan semakin hewan yang dapat diselamatkan kan? Ayo, mau bantu saya, kan, memanfaatkan waktu yang tinggal sebentar ini?”
---
Keadaan yang mahasulit, rintangan yang terlalu besar, tidak tahu dari mana mulai bergerak, dan merasa tidak berdaya merupakan empat alasan yang (sering) jadi pembenaran untuk tidak melakukan apa-apa, apatis. Itu merupakan racun yang harus segera dicari penawarnya. Bila tidak, kekuatan racun itu akan melumpuhkan sendi-sendi kemajuan, menyebabkan kelumpuhan. Tak ada lagi semangat dan minat berkembang. Tinggal pasrah menerima keadaan.
Harusnya tidak seperti itu kan? Bukankah guru itu sejatinya memperjuangkan kemajuan? Kalau dia sendiri enggan bergerak, bagaimana akan mampu membuat perubahan?

Ditulis oleh : Suhud Rois, Dipublikasikan dalam Komunitas Guru Belajar Nusantara

❤ Mari Berbagai dan Tumbuh Bersama ❤
# Belajar - Bergerak - Bermanfaat #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar