Jumat, 12 Mei 2023

MISKONSEPSI GAYA BELAJAR

Foto: https://insanq.co.id/

Dalam beberapa dialog dengan guru, saya ditanya soal pembelajaran terdiferensiasi. Ini prinsip yang bagus, tapi bagaimana cara menerapkannya di kelas? Saya senang mendapat pertanyaan ini karena banyak guru sudah menangkap pentingnya pembelajaran terdiferensiasi yang menjadi salah satu esensi #KurikulumMerdeka. Namun untuk bisa menerapkannya memang butuh proses belajar.

Salah satu miskonsepsi yang menyulitkan pembelajaran terdiferensiasi adalah "gaya belajar" murid. Ini teori yang mengatakan bahwa setiap orang bisa dikelompokkan berdasarkan cara mereka mencerna informasi. Ada yang lebih bisa mencerna informasi secara visual, ada yang secara auditori, ada yang secara tertulis, dan ada yg secara kinestetik. Ada juga teori yang membagi gaya belajar menjadi lebih banyak jenis.
Menurut teori ini, konon pembelajaran akan lebih efektif jika disesuaikan dengan gaya belajar murid. Persoalannya, bagaimana mungkin guru mengakomodasi sekian banyak gaya belajar pada saat yang sama? Bagaimana cara menyampaikan setiap materi dalam 4 atau lebih bentuk yang berbeda sesuai gaya belajar murid?
Jawabannya adalah: tidak perlu! Teori gaya belajar ini tergolong pseudo-science alias tidak punya dasar ilmiah. Murid yang mengaku suka belajar secara auditori tetap akan sulit memahami matematika jika materinya disajikan hanya melalui suara, tanpa menggunakan grafik, rumus, dan aktivitas konkret. Murid yang mengaku suka belajar secara verbal tidak akan belajar berenang atau mengoperasikan sebuah mesin hanya dengan diminta membaca deskripsinya!

Foto : Anindito Aditomo dan Murid SD

Jadi apa yang seharusnya dilakukan dalam pembelajaran terdiferensiasi? Prinsipnya adalah pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan awal murid. Ini diketahui melalui asesmen awal atau diagnostik. Materi dan kecepatan pembelajaran kemudian dibuat agar memberi level tantangan yang tepat: tidak terlalu mudah (sudah bisa dilakukan sebelumnya), tapi juga tidak terlalu jauh dari kemampuan awal.
Prinsipnya sederhana, tapi tentu perlu pemikiran dan kreativitas untuk bisa menerapkannya di kelas. Bagi saya, justru tantangan seperti ini yang membuat tugas sebagai pendidik menjadi asyik!

Senin, 8 Mei 2023

Ditulis oleh : Anindito Aditomo
(Kepala BSKAP Kemendikbudristek)

Mari Berbagi dan Tumbuh Bersama
#BergerakBermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar